·20 October 2023

Mengenal Suku Tengger, Suku yang Menjaga Kelestarian Gunung Bromo

·
8 minutes read
Mengenal Suku Tengger, Suku yang Menjaga Kelestarian Gunung Bromo

Suku Tengger merupakan suku asli Indonesia yang memiliki budaya unik dan menarik.

Indonesia, negara kepulauan yang mempesona, menyimpan beragam kekayaan budaya dan tradisi yang tersebar di seluruh nusantara. Salah satu suku asli yang hidup di dalam keindahan alam Jawa Timur adalah Suku Tengger.

Suku ini telah menjaga kelestarian budaya dan tradisinya selama berabad-abad, dan salah satu hal yang paling mencolok tentang mereka adalah kepercayaan mereka terhadap keseimbangan alam. Dalam perjalanan melintasi perbukitan dan lembah di lereng Gunung Bromo, kamu akan menemui Suku Tengger.

Mereka tinggal di kawasan ini sejak waktu yang tak terhitung lama, dan mereka adalah penjaga sejati bagi alam yang mereka huni. Kehidupan sehari-hari mereka dipenuhi dengan ritual dan tradisi yang unik yang tidak hanya mengikat mereka dengan alam, tetapi juga dengan sesama. Untuk tahu lebih jelasnya, yuk, baca sampai habis!

BACA JUGA: Mengenal Suku dan Masyarakat Adat Jawa Barat, Mulai dari Bahasa Sampai Sukunya

Asal Usul dan Mitos Suku Tengger

suku tengger

Source: okezone.com

Secara etimologi, istilah “Tengger” berasal dari bahasa Jawa yang memiliki makna “tegak” atau “diam tanpa bergerak.” Ketika kita melihat makna ini dalam konteks kepercayaan masyarakat, ada juga teori bahwa “Tengger” dapat menjadi singkatan dari “tengering budi luhur,” yang merujuk pada kesucian dan spiritualitas yang tegak. Terlepas dari etimologi, asal usul Suku Tengger adalah topik yang menarik dan dikelilingi oleh legenda dan mitos yang menyertainya.

Terdapat beberapa teori tentang asal usul Suku Tengger, tetapi masyarakat setempat meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari Kerajaan Majapahit. Hal tersebut berkaitan dengan masa kejayaan Kerajaan Hindu di Pulau Jawa, di mana Pegunungan Tengger dianggap sebagai tempat suci yang dihuni oleh para abdi spiritual dari Sang Hyang Widi Wasa, yang juga dikenal sebagai “hulun.”

Teori ini didukung oleh Prasasti Walandhit, yang berasal dari tahun 851 Saka atau sekitar tahun 929 Masehi. Prasasti ini menceritakan tentang sebuah desa yang dikenal sebagai Walandhit di Pegunungan Tengger, yang merupakan tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau para abdi Tuhan.

Prasasti berikutnya ditemukan di daerah Penanjakan, Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, dan berasal dari tahun 1327 Saka atau sekitar tahun 1405 M. Ini adalah bukti sejarah yang menegaskan pentingnya Pegunungan Tengger dalam konteks budaya dan agama.

Meskipun Kerajaan Mataram Islam berkembang di Jawa Timur pada awal abad ke-17, ini tidak memengaruhi kepercayaan masyarakat di daerah Tengger yang tetap mempertahankan identitas mereka. Ini adalah bukti kekokohan dan ketahanan budaya serta agama Suku Tengger dalam menghadapi perubahan zaman.

Selain itu, Suku Tengger memiliki legenda nenek moyang yang erat kaitannya dengan cerita Rara Anteng dan Jaka Seger. Legenda ini menceritakan tentang perjuangan Rara Anteng dan Jaka Seger yang sangat ingin memiliki keturunan.

Untuk memenuhi syarat agar bisa memiliki anak, keduanya harus mengorbankan anak bungsunya ke dalam kawah Gunung Bromo. Namun, ketika tiba saat pengorbanan, Rara Anteng dan Jaka Seger tidak sanggup untuk melaksanakannya dan justru menyembunyikan anak mereka yang diberi nama R Kusuma di daerah Ngadas.

Hal ini memicu kemarahan Gunung Bromo, yang akhirnya meletus dalam letusan dahsyat. Untuk menebus keselamatan keluarganya, R Kusuma akhirnya memutuskan untuk berkorban dengan melompat ke dalam kawah.

Sebelum melompat, ia meninggalkan pesan penting, yaitu untuk mengirimkan hasil bumi ke Gunung Bromo setiap tanggal 14 bulan Kasada. Inilah yang menjadi awal mula ritual Yadnya Kasada. Keturunan dari Rara Anteng dan Jaka Seger yang selamat dari letusan tersebut diyakini menjadi nenek moyang masyarakat Suku Tengger saat ini.

Mitos ini menggambarkan pengorbanan dan kesetiaan dalam menjaga tradisi dan menjaga keseimbangan alam. Dalam menghadapi tantangan modern, Suku Tengger tetap menghormati akar budaya mereka dan menjalankan tradisi-tradisi yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mitos ini juga mengilustrasikan betapa pentingnya alam dalam pandangan hidup mereka, dan bagaimana mereka telah menjalani perjalanan sepanjang sejarah untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

Tradisi dan Ritual Suku Tengger

Source: goodnewsfromindonesia.id

Dalam pandangan Suku Tengger, alam adalah rumah bagi roh-roh yang perlu dihormati dan diberikan persembahan. Oleh karena itu, mereka melaksanakan berbagai ritual dan tradisi yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan ini.

Salah satu ritual paling terkenal yang dilakukan oleh Suku Tengger adalah Yadnya Kasada. Ritual ini diadakan setiap tahun pada bulan Kasada, dan menjadi momen puncak bagi masyarakat Tengger.

Dalam ritual ini, mereka melemparkan sesaji ke dalam kawah Gunung Bromo. Sesaji tersebut terdiri dari hasil bumi, hewan ternak, dan uang. Yadnya Kasada merupakan bentuk penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang telah diberikan kepada mereka.

Selain itu, ritual ini juga berfungsi sebagai permohonan agar alam tetap lestari dan memberi berkah bagi masyarakat Tengger. Tradisi ini tidak hanya melibatkan masyarakat dewasa, tetapi juga melibatkan para pemuda Tengger yang menjalani pendidikan agama.

Mereka akan bergotong-royong untuk mengangkat sesaji dan menaiki kawah Gunung Bromo dengan hati yang penuh harap. Setelah itu, sesaji dilemparkan ke dalam kawah sebagai tanda rasa syukur dan permohonan kepada alam.

Namun, Yadnya Kasada bukan satu-satunya tradisi yang dijalani oleh Suku Tengger. Mereka memiliki serangkaian tradisi lain yang unik dan menarik. Salah satunya adalah tradisi Ngasa, yang berarti membakar api di kawah Gunung Bromo.

Tradisi ini biasanya dilakukan pada malam hari dan bertujuan untuk mengusir roh jahat yang mungkin ada di sekitar kawah. Api yang berkobar di tengah malam adalah pemandangan yang spektakuler, dan tradisi ini memadukan unsur spiritual dan keindahan alam.

Tradisi unik lainnya yang dimiliki oleh Suku Tengger adalah tradisi Ojung. Tradisi ini merupakan adu kekuatan antar pemuda Tengger. Mereka menggunakan rotan untuk bertarung satu sama lain, dan tujuannya adalah untuk menunjukkan keberanian dan kekuatan. Tradisi Ojung ini adalah bentuk penghormatan terhadap sifat berani yang dianggap penting dalam budaya Tengger.

Suku Tengger juga dikenal sebagai pelindung Gunung Bromo. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang gunung tersebut, yang dianggap sebagai bagian penting dari kehidupan mereka.

Mereka tahu kapan gunung itu aman dan kapan harus dihindari. Kepedulian mereka terhadap keseimbangan alam juga tercermin dalam cara mereka menjaga kebersihan kawasan sekitar Gunung Bromo, menghindari pengeboran atau kegiatan yang dapat merusak lingkungan.

BACA JUGA: Rumah Adat Suku Aceh: Filosofi, Ciri Khas dan Sejarah

Ciri-Ciri Khas Suku Tengger

suku tengger

Source: rimbakita.com

Selain keunikan dalam hubungannya dengan alam dan tradisi-tradisi agama, Suku Tengger memiliki ciri-ciri budaya dan gaya hidup yang sangat khas. Ciri-ciri ini adalah cerminan dari identitas budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Berikut beberapa ciri-ciri khas Suku Tengger:

1. Bahasa Jawa-Tengger

Bahasa adalah salah satu fondasi budaya, dan Suku Tengger memiliki bahasa khas yang dikenal sebagai bahasa Jawa-Tengger. Selain itu, bahasa ini adalah dialek dari bahasa Jawa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari.

Penggunaan bahasa Jawa-Tengger membantu mempertahankan identitas kultural mereka yang khas. Bahasa ini bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga menyatukan mereka dalam warisan budaya yang kuat.

2. Kepercayaan Hindu

Mayoritas Suku Tengger memeluk agama Hindu, dan ini memengaruhi banyak aspek kehidupan mereka. Ritual keagamaan dan persembahan kepada dewa-dewa Hindu adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari.

Salah satu tanda kehadiran agama Hindu adalah adanya bangunan pura seperti Pura Luhur Poten. Pura ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga merupakan pusat kegiatan keagamaan dan budaya.

3. Rumah adat memiliki atap yang meruncing tinggi

Rumah adat Suku Tengger memiliki ciri khas yang sangat mudah dikenali. Salah satu ciri paling mencolok adalah bentuk atapnya yang meruncing dan tinggi yang menumpuk ke atas.

Atap yang menjulang tinggi ini menciptakan ciri khas arsitektur yang unik dan berbeda dari rumah adat suku lain. Dengan bubungan yang tinggi, rumah adat ini hanya memiliki 1-2 jendela, menunjukkan perhatian terhadap keamanan dan iklim yang seringkali keras di wilayah tersebut.

Di bagian depan rumah, kamu akan selalu menemukan bale-bale atau tempat untuk duduk-duduk dan bersantai. Ini mencerminkan pentingnya budaya komunal dan interaksi sosial dalam kehidupan Suku Tengger.

ARTIKEL MENARIK LAINNYA:


Suku Tengger adalah suku yang kaya akan budaya dan tradisi. Tentunya ini merupakan warisan yang berharga dan harus dilestarikan. Kalau kamu punya informasi lainnya terkait Suku Tengger, jangan ragu untuk share di kolom komentar, ya!

Cari hunian yang nyaman dan estetik sekarang gampang. Tinggal buka aplikasi atau kunjungi website Rukita, perusahaan proptech penyedia hunian sewa jangka panjang tepercaya dan antiribet. Tersebar di berbagai kota di Indonesia, tinggal di Rukita dijamin nyaman banget, deh.

Cari kost dekat telkom universitykost dekat unairkost dekat ugmkost dekat binus alam suterakost dekat uikost dekat unj? Di Rukita semua ada dan lengkap untuk memudahkanmu, because you matter.

Sedangkan kalau kamu punya budget yang terbatas dan sedang mencari hunian harga ekonomis berfasilitas lengkap, bisa juga cek Infokost.id. Tersedia kost budget di beberapa kota di Indonesia dengan harga sewa murah!

Jangan lupa download aplikasi Rukita via Google Play Store atau App Store, bisa juga langsung kunjungi www.rukita.coFollow juga akun Instagram Rukita di @rukita_indoTwitter di @rukita_id, dan TikTok @rukita_id untuk berbagai info hunian terkini serta promo menarik.

Bagikan artikel ini